Busambo : Ketika Industri Migas Menjadi Penjaga Budaya di Tengah Gelombang Digital

Bojonegoro, sidik nusantara – Suara gemerincing gamelan dan hentakan kendang mengalun dari sebuah sanggar di Desa Kaliombo, Kecamatan Purwosari, Bojonegoro, Jawa Timur. Di tengah terik matahari, puluhan anak-anak dengan serius memainkan alat musik tradisional, sementara beberapa lainnya berlatih gerakan reog dengan kostum warna-warni. Mereka adalah bagian dari kelompok Jaya Tirtha Budaya Laras, sebuah inisiatif pelestarian seni budaya yang didukung PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12 melalui program Pelestarian Seni Budaya Desa Kaliombo (PENTAS BUSAMBO).

Oplus_131072

Seni gamelan dan reog telah menjadi napas kehidupan masyarakat Desa Kaliombo selama puluhan tahun. Namun, di era digital seperti sekarang, gempuran budaya pop dan tren global membuat minat generasi muda terhadap kesenian tradisional kian memudar. “Dulu, setiap malam minggu, anak-anak ramai berlatih karawitan. Sekarang, mereka lebih asyik dengan gadget,” ungkap Rohmat Edi, Kepala Desa Kaliombo, yang juga seorang pegiat seni karawitan sejak masa kecilnya. 

Kegelisahan itu tidak hanya dirasakan Rohmat, tapi juga para sesepuh dan tokoh masyarakat. Mereka khawatir warisan leluhur akan punah ditelan zaman. “Kalau tidak ada yang melanjutkan, siapa lagi yang akan merawat identitas budaya kita?” ujarnya. 

Bak peribahasa, pucuk dicinta, ulampun tiba. Kekhawatiran itu akhirnya menemukan jawaban. Melalui Program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (PPM), PEPC Zona 12 yang mengoperatori Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (JTB) menjalankan BUSAMBO. Program ini tidak sekadar memfasilitasi pelatihan, tetapi juga membangun ekosistem seni yang berkelanjutan. 

“Kami ingin memastikan bahwa nilai-nilai luhur budaya tetap hidup di tengah masyarakat, khususnya generasi muda,” jelas Rahmat Drajat, Manager Comm. Relation & CID PT Pertamina EP Cepu.   

Anak-anak usia SD hingga remaja kini rutin berlatih gamelan dan reog tiga kali seminggu. Mereka diajari oleh para maestro lokal, sambil dibekali pemahaman tentang filosofi di balik setiap gerakan dan alunan musik. Tak hanya itu, PEPC JTB juga memfasilitasi forum temu pegiat seni lintas generasi, menghidupkan kembali jaringan antarkomunitas budaya di Bojonegoro. Gen-Z, dan Gen-A kini berangsur kembali ke akar budayanya.

Salah satu peserta, Dian, mengaku awalnya tidak tertarik untuk mengikuti latihan yang diadakan. “Tapi sekarang, saya suka! Lebih seru daripada main HP,” ujarnya sambil tersipu. Ia dan teman-temannya akan tampil dalam Pawai Budaya memperingati HUT RI ke-80 di Desa Kaliombo, Agustus ini.

Bagi Rohmat Edi, kehadiran BUSAMBO seperti oase di tengah gurun. “Ibarat ikan yang dapat kolam baru, kami bisa bernapas lega. Seni tradisi kami tidak akan mati,” katanya penuh haru. 

Program pengembangan masyarakat yang diinisiasi oleh PEPC Zona 12 melalui  BUSAMBO merupakan manifestasi nyata komitmen industri hulu migas di bawah koordinasi SKK Migas dalam upaya turut memelihara kearifan lokal berbasis seni budaya bangsa. Melalui Program Pengembangan Masyarakat (PPM) yang disetujui oleh SKK Migas sebagai regulator industri ini, PEPC JTB dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi Lapangan Gas Jambaran–Tiung Biru.

Di usia ke-80 Republik Indonesia, program BUSAMBO menjadi bukti bahwa kemerdekaan bukan hanya soal politik, tetapi juga kebebasan merawat identitas. Industri migas, yang sering dianggap sebagai simbol modernisasi, justru menjadi penjaga warisan tradisi.

“Terima kasih PEPC JTB. Kini, anak-anak kami tahu akar budayanya sendiri,” ujar seorang orang tua di sela latihan. Suara gamelan pun kembali menggema, mengiringi langkah generasi muda Kaliombo yang mulai bangga menjadi pewaris seni leluhur. Merdeka Berekspresi, Merdeka Berbudaya. Dirgahayu Indonesia ke-80. Merdeka!. (Adv/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *