Bojonegoro, sidik nusantara – Dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU), regenerasi bukan sekadar harapan, tetapi kebutuhan mendesak. Di tengah dinamika zaman yang menuntut kecepatan, kecerdasan digital, dan kelenturan berpikir, NU membutuhkan kader muda yang mampu menjembatani nilai-nilai keulamaan dengan realitas kekinian. Kehadiran M Fakhrul Irfan Syah sebagai pengurus termuda di PCNU Bojonegoro menjadi representasi nyata dari semangat itu.
Irfan Syah (sapaan akrabnya) bukan nama asing dalam lingkungan NU. Di usianya yang relatif muda, ia telah menapaki berbagai jenjang kaderisasi secara utuh. Mulai dari tingkat dasar hingga Nasional, semua dilalui dengan semangat dan konsistensi. Ia tercatat sebagai jebolan termuda kaderisasi PMKNU angkatan pertama PWNU Jawa timur dan satu-satunya mantan Ketua PC IPNU Bojonegoro yang kemudian menorehkan jejak emas sebagai Ketua PW IPNU Jawa Timur periode 2021–2024 dan hari ini mengemban amanah sebagai Sekretaris PW LP Ma’arif NU Jawa timur. Sebuah capaian yang membuktikan bahwa usia muda bukan penghalang untuk menjadi pelayan umat yang tangguh.
Pemuda yang dikenal sebagai Tenaga Ahli di Komisi XI DPR RI tersebut, saat dipercaya menjadi bagian dari PCNU Bojonegoro, tantangan yang dihadapi tentu lebih kompleks. Namun kehadirannya membuka harapan baru: bahwa NU membuka ruang lebar bagi generasi muda yang ingin berkhidmat dengan tulus, berbasis pengalaman, dan tetap menjunjung adab kepada para kiai.
Irfan membawa kombinasi unik antara tradisi dan inovasi. Ia tumbuh dalam lingkungan ulama, tetapi juga fasih dalam manajemen organisasi, penguasaan media digital, dan komunikasi publik. Hal ini penting di era di mana dakwah dan kerja-kerja sosial keagamaan menuntut kecepatan respon dan strategi yang lebih modern.
Lebih dari sekadar simbol anak muda di struktural NU, Irfan adalah pesan bahwa NU tidak takut berubah, dan tidak ragu membuka panggung bagi kader muda untuk tampil dan bertanggung jawab. Tentu, keberadaannya bukan untuk menggantikan para sesepuh, tetapi untuk belajar, bersinergi, dan mengisi ruang-ruang yang selama ini belum tergarap optimal.
Penempatan Irfan Syah sebagai pengurus termuda bukan semata penghargaan atas prestasi masa lalu, tetapi juga ikhtiar strategis untuk menyambung mata rantai perjuangan NU ke masa depan. Ia bukan akhir dari proses regenerasi, tetapi pembuka jalan bagi lebih banyak kader muda NU untuk tampil dan mengabdi, bukan sekadar hadir.
Semoga dengan masuknya M. Fakhrul Irfan Syah di jajaran PCNU Bojonegoro, sinergi antara hikmah ulama dan energi pemuda semakin kuat. Karena NU bukan milik generasi tertentu, tetapi rumah besar yang menampung seluruh khidmat lintas usia.
“Yang muda menghormati yang tua, yang tua merangkul yang muda — di situlah NU akan terus hidup dan tumbuh,” imbuhnya. (Red)