Sukses Turunkan Prevalensi Stunting, Bojonegoro Raih Penghargaan Terbaik 3 se-Jawa Timur 

Bojonegoro, News241 Dilihat

Bojonegoro, sidik nusantara – Kabupaten Bojonegoro meraih penghargaan dari Gubernur Provinsi Jawa Timur sebagai kabupaten dengan capaian terbaik nomor 3 se-Provinsi Jawa Timur terkait program intervensi spesifik stunting pada 2023. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Penghargaan diterima Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang diwakili oleh Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kabupaten Bojonegoro Elzadeba Agustina, Rabu (26/7/2023) di Surabaya.

“Prevalensi stunting Kabupaten Bojonegoro dari 2018 hingga 2023 terus mengalami penurunan signifikan. Dalam enam tahun, mengalami penurunan 6,31 persen,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Ani Pujiningrum, Senin (31/7/2023).

Pada 2018, prevalensi stunting Kabupaten Bojonegoro berada pada angka 8,76 persen. Pada 2019, turun menjadi 7,45 persen. Sementara pada 2020, prevalensi stunting turun kembali menjadi 6,84 persen. Pada 2021, turun lagi menjadi 5,71 persen. Penurunan prevalensi stunting drastis pada 2022, yaitu menjadi 2,99 persen. Terbaru, prevalensi stunting pada 2023 (semester I) menjadi 2,45 persen.

Pihaknya menjelaskan, ada kerangka konseptual yang telah dilakukan dalam intervensi penurunan stunting yang terintegrasi. Hal ini berdampak prevalensi stunting turun. Ada lima (5) pilar percepatan pencegahan stunting.

Pilar pertama, komitmen dan visi kepemimpinan; pilar kedua, kampanye nasional dan perubahan perilaku; pilar ketiga konvergensi program pusat, daerah dan desa; pilar keempat, ketahanan pangan dan gizi; dan pilar kelima, pemantauan dan evaluasi.

Sementara intervensi yang dilakukan Pemkab Bojonegoro selama ini ada dua pemenuhan gizi. Pertama gizi spesifik, di antaranya seperti pemberian pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) dan balita gizi kurang, pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil dan remaja putri, pemberian ASI eksklusif dan MPASI dan lainnya. Kedua gizi sensitif, di antaranya seperti pemenuhan air bersih dan sanitasi, bantuan pangan non tunai, PKH, pekarangan pangan lestari (P2L), JKN, dan lainnya.

Sehingga output intervensi ini berefek pada perbaikan konsumsi gizi, pola asuh, pelayanan kesehatan serta kesehatan lingkungan yang lebih baik lagi. (*/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *