Babat, sidik nusantara – Sejumlah kepala sekolah dasar di Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, diduga menyalahgunakan wewenang terkait pelaksanaan kegiatan orientasi kepramukaan yang digelar pada 12–14 Mei 2025 di Bumi Perkemahan Pacet, Mojokerto. Biaya kegiatan tersebut disebut-sebut diambil dari dana lembaga sebesar 50 persen.
Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari surat edaran Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Lamongan Nomor: 066/13.24-C, yang mewajibkan kepala sekolah dasar di wilayah Kecamatan Babat untuk mengikuti orientasi kepramukaan.
Sebelum kegiatan dimulai, para kepala sekolah diketahui mengadakan pertemuan rutin bulanan yang turut membahas pembiayaan kegiatan orientasi tersebut. Dalam hasil rapat yang beredar, disebutkan:
*”Assalamualaikum bapak/ibu, ada hal urgent yang harus saya sampaikan dari hasil rapat tadi;
Terkait KMD dan KML, jika merasa belum siap berangkat di KMD gelombang 4 dan KML gelombang 1, segera konfirmasi.
Terkait pelaksanaan Orientasi Kepemimpinan bagi kepala sekolah pada tanggal 12, 13, dan 14 Mei, biaya pendaftaran ditanggung 50% oleh lembaga dan 50% oleh peserta.
Demikian informasi kami sampaikan.”*
Saat dikonfirmasi, beberapa kepala sekolah membenarkan adanya kesepakatan tersebut. Kepala SDN Plaosan, misalnya, mengaku membiayai kegiatan itu secara pribadi.
“Benar mas, memang ada kesepakatan, tapi untuk kegiatan itu saya bayar sendiri. Sekarang malah badan saya pegal semua, mas,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala SDN Karangkembang, Misbah. Ia membenarkan adanya imbauan dari Korwil Babat.
“Memang ada himbauan itu mas, tapi pada akhirnya dikembalikan ke kebijakan masing-masing lembaga,” ungkapnya.
Kepala SDN Moropelang, Rizanu, turut membenarkan adanya kesepakatan tersebut.
“Iya mas, kemarin memang ada kesepakatan, tapi tetap dikembalikan ke masing-masing lembaga,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Babat saat dikonfirmasi awak media belum memberikan keterangan. Ia terkesan menghindar dan selalu berdalih sedang sibuk.
Sebagai catatan, penyalahgunaan wewenang merupakan salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga melarang pejabat pemerintahan menyalahgunakan kewenangannya.
Jika penyalahgunaan wewenang tersebut menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan pihak tertentu, maka hal itu dapat masuk dalam ranah pidana dan dikenai sanksi hukum. (Wan/Red)